Selasa, 17 Mei 2016

cara menghindari akhlak tercela dan hikmahnya

Cara menghindari akhlak tercela, antara lain dengan:
  1. Selalu mengingat Allah di mana saja berada
Rasulullah s.a.w. bersabda:
Artinya : Dari Abu Dzar, Jundub bin Junadah dan Abu ‘Abdurrahman, Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhuma, dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, beliau bersabda : “Bertaqwalah kepada Allah di mana saja engkau berada dan susullah sesuatu perbuatan dosa dengan kebaikan, pasti akan menghapuskannya dan bergaullah sesama manusia dengan akhlaq yang baik”.
(HR. Tirmidzi, ia telah berkata : Hadits ini hasan, pada lafazh lain derajatnya hasan shahih)

  1. Menyadari bahwa hidup di dunia ini hanyalah sementara, sedangkan hidup yang abadi adalah setelah kita melewati yaumul hisab nanti dikemudian hari
  2. Selalu berdzikir kepada Allah SWT
  3. Selalu bertaubat dan beristigfar
Artinya: “Dari Anas Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: Setiap anak Adam itu mempunyai kesalahan dan sebaik-baik orang yang mempunyai kesalahan ialah orang-orang yang banyak C
  1. Bergaul dengan orang-orang yang saleh, karena pergaulan yang tidak islami akan membawa malapetaka bagi diri kita.
Artinya: “Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Seorang mukmin adalah cermin bagi saudaranya yang mukmin.” Riwayat Abu Dawud dengan sanad hasan.
  1. Selektif dalam memilih teman
  2. Menjauhkan diri dari tempat-tempat yang di dalamnya terdapat maksiat
  3. Selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT
  4. Meneladani kehidupan para nabi dan rasul serta orang-orang yang saleh.
  1. HIKMAH MENGHINDARI AKHLAK TERCELA
  2. Mempertebal Keimanan
Allah telah menurunkan Kitab-kitab dan Rasul-RasulNya adalah untuk memimpin manusia kearah perbaikan Akhlak, agar timbul perbaikan Akhlak, agar timbul gairah pada mereka untuk berbuat kebaikan dan menjauhi kejelekan. Akhlak adalah tiang pembangunan umat, rahasia kebesarannya dan menjadi dasar dari kehidupan dan kebanggaannya. Bila baik akhlak manusia maka akan baik pulalah semua perbutannya dan akan harmonislah hubungannya, baik dengan Allah yang maha pencipta, dengan sesama manusia dan dengan alam sekitarnya.
  1. Menambah giat beribadah
Seperti diketahui bahwa ibadah pokok dalam islam adalah shalat, puasa, zakat dan haji tidak hanya untuk mendekatkan hubungan dengan Allah, tetapi juga mempunyai pengaruh terhadap pembentukan  budi pekerti yang baik.
Misalnya:
  1. Shalat itu untuk mencegah kejahatan dan kemungkaran.
  2. Puasa menciptakan sifat taqwa dan taqwa itu adalah suau budi pekerti yang baik. Karena intisari taqwa itu mengandung tiga unsur yaitu:
  • Menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yan dimurkai oleh Allah.
  • Menghindari perbuatan-perbuatan yang merugikan diri sendiri (mendatangkan kemudharatan).
  • Menjauhkan perbuatan-perbuatan yang merusak/merugikan orang lain.
  1. Zakat menempa jiwa yang suci dan bersih.
  2. Haji menghindarkan kejahtan dan pemusuhan.

Dalam Al Qur’an Allah SWT. Berfirman:
Artinya : “barang siapa yang mengerjakan ibadah haji, dan tidak boleh berkata kotor, berlaku jahat dan bermusuhan dalam masa melaksanakan ibadah haji” (Al Baqarah 197).
            Ketiga larangan Allah tersebut erat sekali hubungannya dengan pembinaan akhlak dan peningkatan budi pekerti yang luhur

dalil tentang akhlak tercela


1479- عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رضي الله عنه – قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – – إِيَّاكُمْ وَالْحَسَدَ, فَإِنَّ اَلْحَسَدَ يَأْكُلُ اَلْحَسَنَاتِ, كَمَا تَأْكُلُ اَلنَّارُ اَلْحَطَبَ – أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ

1479.       Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Jauhilah sifat hasad, karena hasad itu memakan (pahala) kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar.” Riwayat Abu Dawud.
1480- وَلِابْنِ مَاجَهْ: مِنْ حَدِيثِ أَنَسٍ نَحْوُهُ.

1480.       Ibnu Majah juga meriwayatkan hadits serupa dari Anas
1481- وَعَنْهُ  قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – – لَيْسَ اَلشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ, إِنَّمَا اَلشَّدِيدُ اَلَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ اَلْغَضَبِ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.

1481.       Dari dia Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Orang kuat itu bukanlah orang yang menang bergulat, tetapi orang kuat ialah orang yang dapat menahan dirinya ketika marah.” Muttafaq Alaihi.
1482- وَعَنْ اِبْنِ عُمَرَ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا- قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – – اَلظُّلْمُ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ اَلْقِيَامَةِ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.

1482.       Dari Ibnu Umar Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Kedholiman ialah kegelapan pada hari kiamat.” Muttafaq Alaihi.
1483- وَعَنْ جَابِرٍ – رضي الله عنه – قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ : – اِتَّقُوا اَلظُّلْمَ, فَإِنَّ اَلظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ اَلْقِيَامَةِ, وَاتَّقُوا اَلشُّحَّ , فَإِنَّهُ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ – أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ.

1483.       Dari Jabir Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Jauhilah kedholiman karena kedholiman ialah kegelapan pada hari kiamat, dan jauhilah kikir karena ia telah membinasakan orang sebelummu.” Riwayat Muslim.
1484- وَعَنْ مَحْمُودِ بْنِ لَبِيدٍ – رضي الله عنه – قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – – إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمْ اَلشِّرْكُ اَلْأَصْغَرُ: اَلرِّيَاءُ – أَخْرَجَهُ أَحْمَدُ بِسَنَدٍ حَسَنٍ.

1484.       Dari Mahmud Ibnu Labid Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Sesungguhnya hal yang paling aku takuti menimpamu ialah syirik kecil: yaitu riya.” Riwayat Ahmad dengan sanad hasan.
1485- وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رضي الله عنه – قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – – آيَةُ اَلْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ, وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ, وَإِذَا ائْتُمِنَ خَانَ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.

1485.       Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Tanda-tanda orang munafiq itu tiga; bila berkata ia bohong, bila berjanji ia mengingkari, dan bila dipercaya ia mengkhianati.” Muttafaq Alaihi.
1486- وَلَهُمَا: مِنْ حَدِيثِ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ عَمْرِوٍ: – وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ –

1486.       Menurut riwayat Bukhari-Muslim dari hadits Abdullah Ibnu Umar: “Bila membantah ia melewati batas.”
1487- وَعَنْ اِبْنِ مَسْعُودٍ – رضي الله عنه – قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – – سِبَابُ اَلْمُسْلِمِ فُسُوقٌ, وَقِتَالُهُ كُفْرٌ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.

1487.       Dari Ibnu Mas’ud Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Memaki orang muslim adalah kedurhakaan dan membunuhnya adalah kekufuran.” Muttafaq Alaihi.

contoh akhlak tercela dalam kehidupan sehari-hari

  Israaf
Berlebih-lebihan (israaf)adalah melakukan sesuatu di luar batas ukuran yang menimbulkan kemudharatan baik langsung ataupun tidak kepada manusia dan alam sekitarnya. Pada dasarnya sikap berlebih-lebihan akibat dari sikap manusia yang tidak bisa mengendalikan hawa nafsunya. Sekecil apa pun perbuatan manusia berlebih-lebihan akan memberi dampak negatif bagi manusia dan alam sekitarnya seperti kerusakan moral, harta benda dan kerusakan alam.

Sikap berlebih-lebihan sangat dibenci Allah, sebagaimana dalam firmannya :
Artinya: “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.’’
 Tabdzir
Kata tabzir berasala dari kata bahasa arab yaitu bazara,yubaziru tabzir yang artinya pemborosan sihingga menjadi sia-sia, tidak berguna atau terbuang. Secara istilah tabzir adalah membelanjakan/mengeluarkan harta benda yang tidak ada manfaatnya dan bukan dijalan Allah. Sifat tabzir ini timbul karena adanya dorongan nafsu dari setan dan biasanya untuk hal-hal yang tidak disenagi oleh Allah.  

 Jika israf menekankan pada berlebih-lebihannya maka, tabzir menekankannya pada kesia-sian benda yang digunakan itu. Sikap tabzir dapat terjadi dalam berbagai hal, misalnya boros dalam menggunakan uang, boros dalam menggunakan harta, boros dalam menggunakan waktu dan lain sebagainya. Agama Islam melarang pada setiap umatnya untuk berlaku boros, karena hal tersebut dapat merugikan pada diri sendiri dan orang lain. Perilaku tabzir dilarang oleh Allah swt sebagaimana firman-Nya yang artinya:’’ Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros’’.

   Fitnah 
    Dalam bahasa sehari-hari kata ‘fitnah’ diartikan sebagai penisbatan atau tuduhan suatu perbuatan kepada orang lain, dimana sebenarnya orang yang dituduh tersebut tidak melakukan perbuatan yang dituduhkan. Maka perilaku tersebut disebut memfitnah. Allah SWT berfirman:
Artinya:’’ Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim.’ 
 Serakah 
Serakah artinya merasa tidak senang dan tidak cukup degan apa yang telah didapat nya sekarang meskipun yakin bisa mendapatkan lebih banyak.  
Dendam
Dendam dalam bahasa Arab disebut juga dengan Al-Hiqdu الحقد . Menurut Al-Gazali dalam bukunya Ihya Ulumud Din jilid III, dijelaskan bahwa Hiqdu atau dendam berawal dari sifat pemarah. Sifat marah (gadab) itu terus dipelihara dan tidak segra diobati dengan memaafkan, maka akan menjadi dendam terhadap orang yang menyakiti kita.
Pengertian dendam secara istilah adalah perasaan ingin membalas karena sakit hati yag timbul sebab permusuhan, dan selalu mencari kesempatan untuk melampiaskan sakit hatinya agar lawannya mendapat celaka, barulah ia merasa puas.
 Takabur
Takabbur adalah: merasa paling mulia (serba bisa, paling hebat), adapun secara istilah yaitu menetapkan sesuatu pada dirinya terhadap segala sifat yang baik dan luhur karena memiliki harta yang banyak atau ilmu yang tinggi.Dari pengertian diatas, takabbur dapat diartikan merasa atau menganggap diri besar dan tinggi yang disebabkan oleh adanya kebaikan atau kesempurnaan pada dirinya, baik berupa harta, ilmu atau yang lainnya.

macam-macam akhlak tercela

i.        Al-Nani’ah, yaitu sifat egois, tidak memperhatikan kepentingan orang lain. Manusia sebagai makhluk pribadi dan sekaligus makhluk sosial. Oleh karenanya, dalam mengejar kepentingan pribadi, hendaknya memperhatikan kepentingan orang lain janganlah boros dan juga kikir, namun hendaknya berada di antaranya yaitu pemurah. Perhatikan firman Allah Swt dalam surat Al-Isra ayat 29 yang artinya: “Dan janganlah engkau jadikan tanganmu terbelenggu ke kuduk, dan janganlah pula engkau kembangkan seluas-luasnya, nanti engkau duduk tercela dan sengsara.”

ii.      Al-Bukhlu, yaitu kikir. Orang yang kikir, tidak mau membelanjakan hartanya, baik untuk dirinya, misalnya biar makan tidak baik dan bergizi, padahal uang ada, baik untuk kepentingan keluarganya, maupun untuk kepentingan orang banyak, yang merupakan zakat, infak atau sadakah. Bagi orang yang kikir, mendengar istilah-istilah tersebut bagaikan petir di siang hari. Sifat kikir ini dapat mempersempit pergaulan, sering menuduh orang tama’ (ingin diberi). Kemudian orang yang kikir itu apabila hartanya telah berkumpul, ia merasa kaya dan tidak lagi memerlukan bantuan orang lain yang juga lupa kepada pemberinya. Allah berfirman dalam surat al-Lail ayat 8-10 yang artinya, “Tetapi orang yang kikir dan merasa dirinya serba cukup, dan mendustakan yang baik, akan kami mudahkan baginya (jalan) kesukaran.”
iii.    Al-Butan, yaitu suka berdusta. Berdusta adalah mengada-adakan sesuatu baik dengan ucapan, tulisan, maupun dengan isyarat, padahal sebenarnya tidak ada, mungkin untuk kepentingan dirinya atau membela orang lain, atau sengaja untuk menjatuhkan nama orang lain, apalagi lempar batu sembunyi tangan. Firman Allah dalam surat al-Nisa ayat 112 yang artinya, “Siapa yang mengerjakan kesalahan atau dosa, kemudian dituduhkan kepada orang lain yang tidak bersalah, sesungguhnya dia memikul kebohongan dan dosa yang jelas.”
iv.    Khianat, yaitu tidak menempati janji. Khianat ini lawan dari amanat, apabila amanat dapat melapangkan rezeki, maka khianat akan dapat menimbulkan kefakiran. Sifat khianat ini seringkali tidak nampak, sehingga kadang-kadang ada orang yang membela orang yang khianat karena ia tidak mengetahuinya. Allah berfirman dalam surat al-Nisa ayat 107 yang artinya, “Dan janganlah engkau membela orang-orang yang khianat kepada dirinya sendiri, sesungguhnya Tuhan tidak menyukai orang-orang yang khianat dan berdosa.”
v.      Al-Jubn, yaitu pengecut. Orang pengecut penuh dengan rasa takut, yang menyebabkan dirinya menjadi hina, sebab sudah mundur sebelum dicoba, tidak berani berjalan untuk mendapatkan kemenangan. Ia selalu iri terhadap keuntungan atau hasil yang dicapai orang lain. Allah berfirman dalam surat al-Nisa ayat 72 dan 73 yang artinya, “Dan sesungguhnya di antara kamu ada orang yang lembek/pengecut kalau kamu ditimpa bahaya (dalam perjuangan), dia berkata, sesungguhnya Tuhan memberi karunia kepadaku karena aku tidak ikut beserta mereka. Dan kamu memperoleh karunia dari Tuhan (atas perjuanganmu), mereka tentu mengatakan, sebagai tidak ada hubungan kasih sayang antara kamu dengan mereka, supaya aku turut mendapat kemenangan yang besar.”
vi.    Al-Gibah, yaitu menggunjing atau mengumpat. Menggunjing adalah mengatakan keadaan orang lain dibelakangnya dengan celaan kepada orang-orang yang ada dimukanya, dengan tujuan untuk menjatuhkan nama orang tersebut atau tujuan lain, meskipun memang sebenarnya keburukan itu ada pada orang yang digunjingnya. Bila tidak ada, hal itu merupakan fitnah. Firman Allah dalam surat al-Hujurat ayat 12 yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan berprasangka, karena sebagian kecurigaan itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang, dan janganlah mempergunjingkan orang satu sama lain.”
vii.  Al-Hasad, yaitu dengki. Dengki atau hasud suatu perbuatan kerusakan terhadap orang lain, kemungkinan timbul disebabkan ni’mat Tuhan yang dianugerahkan kepada orang lain dengan keinginan agar ni’mat orang lain itu terhapus. Dengki juga karena benci dan dendam atas kegagalan usaha dirinya, kemudian membuat cara-cara yang tidak diridlai Allah Swt. Allah berfirman dalam surat al-Falak ayat 1-5 yang artinya, “Katakanlah. Aku berlindung kepada Tuhan subuh, terhadap bahaya makhluk yang diciptakan-Nya, dan dari kegelapan ketika ia telah datang, dan dari bahaya hembusan dalam ikatan, dan dari bahaya dengki ketika ia mendengki.”
viii.            Al-Ifsad, yaitu berbuat kerusakan. Seringkali sifat perusak mendorong manusia dalam usaha mencapai kepentingan pribadinya dengan tidak memperhatikan akibatnya, misalnya merusak lingkungan baik sendiri-sendiri, maupun bersama-sama dengan orang lain. Dalam surat Asyu’ara ayat 151-152 Allah berfirman yang artinya, “Dan janganlah kamu turuti perintah orang-orang yang melanggar batas. Yaitu orang-orang yang membuat kerusakan (bencana) di muka bumi, dan tidak mengadakan perbaikan.”
ix.    Al-Israf, yaitu berlebih-lebihan. Allah berfirman dalam surat al-A’raf ayat 31 yang artinya, “Hai anak-anak Adam, pakailah perhiasanmu setiap waktu shalat dan makan minumlah kamu, dan janganlah melampaui batas, sesungguhnya Tuhan tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.”
x.      Al-Dzulmu, yaitu berbuat aniaya. Dzalim atau aniaya adalah lawannya dari adil. Orang yang aniaya baik terhadap dirinya maupun terhadap orang lain, akan menimbulkan perbuatan fasik, karena ia tidak mampu menempatkan sesuatu pada tempatnya, yang akhirnya dapat menimbulkan kehancuran. Allah Swt berfirman dalam surat al-Baqarah ayat 59 yang artinya, “Tetapi orang-orang yang aniaya mengubah perkataan dengan perkataan lain yang tidak dikatakan kepadanya, lantas kami turunkan kepada orang-orang yang aniaya siksaan dari langit, karena fasik.”
xi.    Al-Fawahisyi, yaitu dosa-dosa besar. Dosa yang paling besar adalah menyekutukan Tuhan, orangnya dinamakan musyrik. Allah tidak akan memaafkan orang-orang musyrik. Kemudian terhadap ibu dan bapak. Ridla Allah terletak dalam keridlaan ibu dan bapak. Kemudian dosa membunuh, minuman keras, mencuri, berzina, berjudi, memutuskan silaturahim, takabur, sum’ah dan ria, menjadi saksi palsu, sumpah palsu, memfitnah, dan mengadu-adu, meninggalkan shalat, tidak berpuasa Ramadlan, tidak zakat dan hajji, padahal ia mampu melaksanakannya.     Allah berfirman dalam surat al-An’am ayat 151 yang artinya, “Katakanlah. Marilah aku membacakan kepadamu apa-apa yang diharamkan kepadamu; yaitu janganlah mempersekutukan Tuhan dengan sesuatu apapun, buatlah kebaikkan kepada ibu bapakmu, janganlah kamu bunuh anakmu karena takut miskin. Kami memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka, jangalah kamu dekati perbuatan keji, yang terang dan tersembunyi, dan janganlah kamu bunuh jiwa yang dilarang Tuhan (untuk membunuhnya), kecuali karena tuntutan kadilan (kebenaran). Inilah yang diperintahkan Tuhan kepadamu supaya kamu mengerti.”

Senin, 16 Mei 2016

pengertian akhlak tercela

          Menurut bahasa akhlak merupakan tingkah laku tabiat atau perangai. Sedangkan akhlak menurut istilah merupakan suatu pengetahuan yang menjelaskan mengenai perbuatan yang baik serta buruk, mengatur prilaku manusia, serta mampu menentukan perbuatan akhir. Pada dasarnya akhlak sudah melekat pada diri seseorang yang berasal dari prilaku serta perbuatan. Nah, jika perilaku yang ditunjukan buruk maka otomatis akhlak tersebut bisa dikatakan akhlak buruk. Sedangkan jika yang ditampilkan baik, maka otomatis akhlak tersebut baik.

Akhlak buruk atau akhlakul mazmumah adalah akhlak yang tercela dan akhlak baik pun bisa menjadi akhlak tercela jika dalam melakukan perbuatan baik itu niat dan cara melakukannya dengan cara tidak baik.
Segala bentuk akhlak yang bertentangan dengan akhlak terpuji disebit dengan akhlak tercela. Akhlak terceka merupakan tingkah laku yang tercela yang dapat merusak keimanan seseorang dan adapat menjatuhkan amartabatnya sebagai manusia.
Sebagai maunsia yang beriman kita harus menjauhi akhlat tercela, sebagaimana yang nyatakan dalam beberapa keterangan.
1.      Rasulullah saw.bersabda:
“ seandainya akhlak buruk itu seseorang yang berjalan ditengah-tengah manusia, ia pasti seseorang yang buruk. Sesungguhnya Allah tidak menjadikan perangiku jahat.”
2.      Rasulullah saw bersabda:
“ sesungguhnya akhlak tercela merusak kebaikan sebagaimana cuka merusak madu”.